10 April 2009

Bekerja sampai Jam 01.30, Mumung Enggak Kapok Jadi Saksi


JAKARTA, KOMPAS.com — Jika seseorang melakukan tugas dengan ikhlas, tanpa ada rasa terpaksa sedikit pun, tugas seberat apa pun akan terasa ringan. Walaupun tak jarang imbalan yang didapat juga tidak sebanding dengan jerih payah yang telah dikeluarkan.

Demikian yang dirasakan oleh Hj Munaroh (60), yang dari pemilu ke pemilu selalu menjadi saksi sampai seperti profesi tetap saja. Nenek 12 cucu yang lebih akrab dipanggil Ibu Mumung itu sudah menjadi saksi semenjak partai politik di Indonesia masih berjumlah tiga.

"Dari zamannya Pak Harto, saya sudah menjadi saksi. Saya memang orangnya senang berorganisasi dan tidak betah kalau harus diam saja. Menjadi saksi seperti hobi jadinya," kata warga RT 5 RW 2 Kelurahan Gelora, Tanah Abang, ini.

Saat pemilu tahun ini pun Mumung kembali diminta menjadi saksi salah satu partai politik yang cukup terkenal. Beberapa hari sebelum hari-H, salah seorang anggota dari parpol tersebut datang dan memintanya menjadi saksi. Tanpa menanyakan imbalan apa saja yang ia dapat, Mumung pun mengiyakan tawaran tersebut.

Pada saat hari penyontrengan kemarin, Ibu dari empat anak ini bertugas sejak pukul 06.30 sampai 01.30. Ada kendala saat memulai penghitungan suara sehingga penghitungan suara berjalan lamban. "Jumlah DPT-nya 407, yang hadir 246. Namun, saat penghitungan suara dimulai, jumlah yang hadir kok menjadi 247. Kami semua bingung, ternyata setelah diperiksa lagi, ada nama yang dobel," ujarnya.

Sayang, kerja keras Mumung sepertinya kurang mendapatkan penghargaan dari parpol yang memintanya menjadi saksi. Selama ia bertugas kemarin, ibu kost ini hanya mendapatkan satu kali makan siang, padahal ia harus bertugas sampai dini hari. "Honor yang saya dapat juga baru Rp 50.000, belum ada omongan apa-apa lagi dari orang parpol itu. Nanti kalau honor saya enggak ditambah, BAP-nya enggak akan saya kasih," katanya seraya terbahak.

Sebenarnya kejadian seperti itu bukanlah hal yang baru bagi Mumung. Setiap diminta menjadi saksi, ia mengalami hal serupa. Parpol yang semula "melamarnya", setelah berhasil justru "menceraikan" tanpa sepatah kata pun. Namun, wanita paruh baya ini tidak pernah merasa jera menjadi saksi.

"Dulu almarhum suami saya juga sering melarang saya menjadi saksi, maklum dia kan ustad. Namun, lama-lama dia (suami) berhenti melarang, sayanya yang bandel," guraunya.

Keempat anak Mumung pun berkali-kali melarangnya, sampai-sampai Mumung dibuatkan toko gas agar ia tidak terlalu banyak beraktivitas di luar. Namun, memang dasar keras kepala, ia justru menyuruh orang lain untuk mengelola toko gasnya itu.

Rencananya, untuk pemilihan presiden nanti, Mumung tetap bersedia menjadi saksi. "Kalau diberi umur yang panjang, saya masih bersedia kok jadi saksi. Enggak kapok dengan perlakuan parpol yang sering melupakan para saksi," tandasnya. Baca Selengkapnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar